Tiiddd tidddd..
Suara klakson motor.
Wah Raka datang.
"Nay, buruan!" ujar Raka yang terus menekan klakson motornya.
"Iya, sabar dikit kek elah. Gue kan abis dandan dulu biar kobe."
"Nggak usah dandan lo mah udah paling cantik dimata gue. Ayo naik."
"Gombal mulu ew." ujarku sambil naik ke motor Raka.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Sesampainya di tempat futsal, Raka sudah tunggu teman-temannya. Hufft. Jadi penonton lagi. Ya. Sudah biasa.
"Gue futsal dulu ya. Lo disini aja, abis ini kita makan martabak kesukaan pesek-kuuu." kata Raka sambil mencubit hidungku.
Aku hanya menatapnya sinis. Raka membalas tatapanku dengan senyumnya yang sok ikhlas itu.
Sekitar 30 menit kemudian, waktunya istirahat. Raka menghampiriku dan terlihat sangat lelah.
"Capek lo? Nih minum." ujarku sambil memberikan minuman penyegar.
"Perhatian banget sih lo. Jadi pengen meluk." kata Raka sambil melebarkan kedua tangannya.
"Eeeiitts. Amit-amit dah lo." ucapku sambil menghindar.
"Ahaha, canda. Udah ah gue mau main lagi ya, 30 menit lagi caw."
Aku hanya mengangguk.
'Gila kali tuh orang' batinku.
*30 menit kemudian*
"Udah yuk caw." ajaknya sambil menggandeng tanganku sampai ke motornya.
"Eh udah dong pegangan mulu lo mah. Seneng ya gandengan sama gue?" ujarnya.
Padahal dia yang tidak melepaskan tanganku. Hft. Modus.
"Tangan lo bego yang nggak mau lepas." ucapku.
"Enggak kok. Wah berarti takdir, yaudah deh boncengannya sambil gandengan aja ya."
"Eh ya nabrak dong ntar."
"Nggak kan yang pegangan tangan kiri ehe."
"Yhaa, serah lo dah. Buruan gue laper."
"Siap!"
Akhirnya, aku dan Raka menuju toko martabak dengan motornya 'sambil gandengan' loh ya
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Sesampainya di toko martabak. Tiba-tiba Raka tertawa kecil.
"Kenapa sih lo?"tanyaku heran.
Dia masih saja tertawa, kali ini semakin terbahak-bahak.
'Apa ada yang salah sama gue?' batinku.
"Eh, lo kenapa sih? Jangan bikin gue takut ah."
"R-rambut lo ahaha. Udah kek singa ngamuk gitu dah ahaha."
"Raka!!! Lo sih ah ngajak gandengan segala, jadi kan gue asal pake helm nggak mikir rambut. Ah betein lo. Sebel." ucapku sambil pasang muka kecut.
"Ahaha. Maaf dong maaf. Sini gue iketin biar rapih."
Lalu, Raka mengikat rambutku dengan gaya sok bisa. Tapi, lumayan deh ya salon dadakan.
Antrian yang sangat panjang. Ya, panjang sekali membuat kami bosan menunggu. Setelah sekitar satu jam menunggu, akhirnya pelayan menghampiri kami.
"Mas, mau pesen apa?" tanya pelayan.
"Martabak lah, Mbak. Masa gorengan." ujarku yang sudah lelah menunggu satu jam lamanya. Huft. Membosankan.
"Hissh, sopan dikit dong sama pelayan." tanggap Raka.
"Ya tapikan ini toko martabak yakali aja masa nggak beli marta.." ucapku terpotong oleh jari Raka yang sudah ada didepan bibirku.
"Bawel mending diem."ujarnya.
"Red velvet, isinya keju nutella, topping nya eskrim oreo ya, Mbak." sambil berbisik kepada pelayan.
"Oke Mas, makan disini atau dibawa pulang?"
"Makan disini."
"Oke Mas, silahkan ditunggu ya pesanannya."
"Pesen apa sih lo pake bisik-bisik segala? Genit amat." ujar Nayla.
"Martabak rasa cinta buat yang lagi kelaperan." ucap Raka sambil tersenyum lebar.
"Njay. Lebay banget dah lo."
"Biarin wle." sambil menjulurkan lidahnya.
Nayla kembali menatapnya sinis.
'Nyebelin. Dia pikir gombalannya itu mempan buat gue? Gombalan basi begituan mah Papi gue juga bisa. Gue bukan cewe murahan yang digituin doang baper kali.' batin Nayla.
"Wey, nape lo? Muka asem banget dah kek gorengan kemaren." ujar Raka mengagetkan Nayla yg sedang dikuasai kekesalan.
"Kagak."
"Lo udah diajak kesini juga, masih aja ngambek."
"Gue nggak suka aja lo ngeluarin kata-kata gombal lo yang basi itu."
"Wah, lo baper ye?"
"Kagak!"
"Tuh buktinya digombalin dikit aja langsung kepikiran. Jangan baperan dong, gue cuma kesepian."
"Idih kepedean deh lo."
"Gue cuma temen lo. Inget."
"Dih, siapa juga yang nganggep lebih."
Kesel. Nggak tahu kenapa. Raka bisa-bisanya semudah itu ngelontarin kata-kata gombal dan sikap gombalnya ke aku. Untung ke aku yang nggak baperan, gimana kalo ke Sasha. Oh iya, Sasha temen kelas aku. Dia emang baperan, tapi dia lebih ke 'diem-diem baper' sih ya. Setau aku juga dia suka sama Raka, tapi karena sikap pendiemnya yang akut ya dia belum berani jujur ke aku, apalagi ke Raka.
"Yaudah maaf." ujar Raka.
"Nggak!"
"Ih marah terus kamu mah."
"Kamu? Jijik banget sih. Anterin gue pulang sekarang."
"Hmm yaudah deh ayo."
Akhirnya Raka mengantarkanku pulang. Aku benar-benar dilanda kesal saat itu. Sepertinya kedekatanku sama Raka udah terlalu kelewatan. Aku cuma nggak mau.. Ah! Kamu juga pasti mengerti, coba deh diposisi aku.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Esoknya, pagi-pagi sekali aku berangkat ke sekolah. Ya tau sendiri lah, "HARI SENIN". Siapa sih yang nggak kenal sama hari ter-horror itu. Hari dimana anak-anak SMA bt, kesel, panas, pengen libur lagi, campur aduk deh. Katanya sih, 'dari senin ke minggu lamanya minta ampun, giliran dari minggu ke senin cepet banget dah.' Hmm, bener juga sih kalo dipikir-pikir. Tapi yaudahlahya, namanya juga anak jaman sekarang.
Oke. Aku berangkat.
Sesampainya disekolah, ternyata aku terlalu pagi. Nggak pa-pa deh, bisa santai dulu sebelum upacara. Eh udah ada Sasha tuh.
"Nay, m-m-m gue mau ngomong sama lo." ujar Sasha tiba-tiba.
"Hah? Lo? Ngagetin gue aja. Ngomong apaan, Sha?"
"G-gue mau nanya. Lo sama Raka ada hubungan apaan sih?"
'Loh kok Sasha tiba-tiba nanya begini yak. Waduh jangan-jangan gue mau di introgasi. Atau dia mau jujur ke gue kalo dia suka sama Raka? Ah entahlah.' batinku.
"Nay!" Sasha mengagetkanku.
"E-eh. Nggak! Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Raka. Dia cuma temen gue kok, nggak lebih."
"T-tapi kok gue kemaren liat lo sama dia boncengan sambik pegangan tangan?"
'Mampus. Aduh gimana nih.. Jadi nggak enak juga gue.' batinku sambil spontan aku menepuk jidatku.
"Kenapa Nay? Lo jujur aja kali."
"E-ehm. Ah lo salah liat aja kali. Oh iya! Gue ma-, gue mau ikut padus nih! He he he, maaf ya nanti lagi ngobrolnya. Upacara udah mau mulai. Byee!"
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Hffttt. Akhirnya aku terbebas juga dari pertanyaan-pertanyaan horror kayak gitu. Bayangin deh kalo aku ceritain semuanya pasti Sasha marah sama aku. Walaupun aku nggak tau kalo dia marah kayak gimana.
Tiba-tiba...
"Woy Nay!" Raka menepuk punggungku.
"Sh*t! Lo tuh ya! Argh! Kenapa sih banyak banget yang demen ngagetin gue! Kaget tau nggak?!"
"Lo kenapa sih? Masih marah gara-gara soal kemaren?"
"Kagak."
"Terus kenapa? Cerita cerita."
"Apaan sih, lo kira gue tukang dongeng disuruh cerita?"
"Iya, abis enak denger suara lo."
Aku menatapnya sinis.
"Iya maaf."
"Maaf mulu, yang kemaren aja belum gue maafin."
"Dih jahat banget lo."
"Bodo amat."
Aku langsung pergi meninggalkannya. Lagian, sudah waktunya upacara. Barisanku sama dia kan cukup jauh.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Jam istirahat, lagi-lagi Raka menghampiriku ke kelas. Kali ini agak sedikit berbeda, sepertinya dia bawa sesuatu. Hmm.
.
.
.
.
(To be continued)